#Babymoon Part 03: Drama di Vietnam

October 25, 2017

Noi Bai Inernational Airport Vietnam

Wooaaaah! Ga percaya akhirnya bisa menginjakkan kaki di Vietnam juga! Negara yang pertumbuhan pariwisatanya lagi pesat nih di antara negara ASEAN lainnya. Ini lanjutan cerita dari perjalanan kami ke Malaysia 3 hari sebelumnya. Setelah explore Kuala Lumpur, sekarang giliran Hanoi yang kami kunjungi. Kenapa gak ke Ho Chi Minh yang lebih populer? Karena suami udah pernah ke sana dan kali ini pengen nyoba ke Hanoi (aku mah apa atuh, baru sekali ini doank ke luar negeri :D jadi pasrah mau diajak keliling kemana pun juga).


Hal pertama yang dibayangkan tentang Vietnam.. Mmmmm.. Sebenarnya aku gak banyak tau dan gak terlalu nyari tau. Vietnam adalah negara komunis, itu doank yang aku tau. Beberapa hari sebelumnya sih tau dari paparan di kantor tentang pariwisata Vietnam yang lagi naik karena kondisi politiknya cenderung stabil dan lain sebagainya. Di luar itu, yang ada dalam bayangan adalah kalo pariwisatanya lagi naik, berarti akses dan faktor pendukung lainnya sudah dikelola dengan baik. Dikarenakan faktor-faktor tersebut lah, sebelum landing di Vietnam aku gak terlalu khawatir apa yang akan kami temukan di sana (ditambah masih terbawa pengalaman yang cukup menyenangkan ketika di Kuala Lumpur).

Selasa, 8 Agustus 2017 pukul 4 subuh kami bergegas dari The Youniq Hotel Salak Tinggi Malaysia menuju ke Kuala Lumpur International Airport 2 (KLIA 2) dengan diantar shuttle dari hotel. Penerbangan menuju Hanoi dengan pesawat AirAsia pukul 6.25 dan antrian di counter check in sangat ramai. Dengan kondisi masih ngantuk dan capek, kami sebenarnya excited pengen cepet-cepet sampai Hanoi.

Setelah 3 jam penerbangan dari Kuala Lumpur, kami pun sampai di Noi Bai International Airport. Dari jendela pesawat sudah terlihat cuaca cerah dan terik matahari yang sangat menyengat. Keluar dari bandara, kami baru sadar kalo udara sangat panas! Bisa dibilang lebih panas dari Jakarta. Langsung ciut deh :(.


@ Noi Bai International Airport Vietnam

Setelah beli kartu perdana seluler, suami menghubungi temannya yang bekerja di Hanoi via WhatsApp. Panggil saja dia Obet. Obet ngasih tau kalo kami harus naik electric car yang ada di bandara. Dalam pikiran, “Wah keren ada electric car di sini!” karena aku ngebayangin mobil canggih. Sesudah tanya sana-sini, ternyata electric car itu bentuknya semacam mobil wara-wiri terbuka gitu loh atau mobil golf :D Kirain kayak gimanaaaa gitu. Harga sekali jalan naik electric car adalah VND7.000 atau sekitar Rp4.000.


Electric Car @ Noi Bai International Airport Vietnam


Electric Car @ Noi Bai International Airport Vietnam

Kami hanya diantar sampai ke luar area bandara, tepatnya di gang kecil di mana Obet sudah memesankan bus tujuan Ninh Binh yang menjemput kami di situ. Kenapa kami memilih Ninh Binh? Karena kami penasaran sama Van Long. Itu loh salah satu lokasi pembuatan film Kong: Skull Island. Nah, bus tiba-tiba datang, dari situ drama pun terjadi :D. Sopir dan kenek memanggil kami dan berbicara dengan Bahasa Vietnam. Saat kami balas dengan Bahasa Inggris dengan menanyakan apakah mereka bisa berbahasa Inggris, mereka pun gak ngerti sama sekali. Akhirnya, entah karena mereka menyebutkan tujuan bus ke Ninh Binh atau menyebutkan nama pemesan, akhirnya kami pun naik bus tersebut. Kaget sih, ternyata busnya ugal-ugalan. Gak jauh beda sama bus AKAP-nya Indonesia. Biaya perjalanannya adalah VND120.000 per orang atau sekitar Rp70.000. Tenang, drama belum berakhir, di bus kami kebingungan komunikasi dengan sopir dan kenek. Akhirnya google translate lah sang penyelamatnya. Dari mulai nanyain biaya perjalanannya, sampai obrolan-obrolan lainnya. Sempet ketawa-ketawi dalam hati sih liat drama ini. Lucu aja :D.


Cara komunikasi yang ampuh dengan Google Translate

Kenek pun penasaran dengan mata uang Indonesia. Akhirnya suami ngasih liat berbagai macam pecahan uang Rupiah dan Ringgit yang tersisa. Mereka pun antusias, akhirnya kami kasih semua uang tersebut buat kenang-kenangan mereka.


Kenek bus tujuan Ninh Binh yang antusias liat Rupiah dan Ringgit


Kenek bus tujuan Ninh Binh yang antusias liat Rupiah dan Ringgit


Suasana Vietnam di perjalanan menuju Ninh Binh

Setelah 2 jam perjalanan, kami tiba di persimpangan jalan. Ada miscommunication dikit sih saat itu. Sopir bus malah memesankan kami taksi, padahal kami sudah menolaknya. Karena kesulitan komunikasi, akhirnya kami meminta tolong Obet lagi via telpon. Beruntung, ada temen dekatnya yang asli Vietnam dan bisa berbahasa Inggris yang akhirnya jadi perantara untuk komunikasi ke sang sopir. Namanya Anh, dia menyarankan kami untuk tetap turun di persimpangan jalan itu karena jika kami turun di pemberhentian terakhir akan semakin jauh menuju homestay yang kami booking. Dari persimpangan jalan antah berantah itu, kami naik taksi dengan biaya VND80.000 atau sebesar Rp45.000 menuju Ninh Binh Nature Homestay. Dengan harga taksi segitu, kami menyangka perjalanan akan sedikit jauh. Eh ternyata deket banget donk! Harusnya biaya taksinya tidak semahal itu karena memang sedekat itu! Cuma sekitar 5 menit perjalanan.

Kami pun disambut cuaca siang hari yang semakin panaaaaaasss!! Gak ngerti lagi deh, kayaknya pengen cepet-cepet check in dan rebahan di kamar yang sejuk. Itu ekspektasinya. Setelah kami memasuki kamar, beeeuuhhh realitanya ternyata masih aja panas. Padahal kami sudah menyalakan kipas angin besar plus nyalain AC. Gak tau kenapa AC nya kurang terasa, mungkin ada ventilasi di bawah pintu yang cukup besar (kurang rapat). Jujur, hari pertama stress banget soalnya gak tahan panas ditambah capek setelah perjalanan 2 jam ugal-ugalan tadi. Panas pada hari itu tercatat sekitar 38 derajat celcius! Oia, harga sehari nginep di sini adalah US$22,5 atau sekitar Rp300.000 (kali ini kami membayar dengan US Dollar, untung mereka nerima :D). Sang pemilik homestay yang bernama Minh pun sangat ramah kepada kami. Poin pentingnya, Minh bisa Bahasa Inggris! Finally kami gak pake bahasa tubuh dan google translate lagi :D.


Ninh Binh Nature Homestay tempat kami menginap satu malam


Tanaman di depan homestay

Sore hari kami meminjam sepeda milik homestay untuk explore Van Long. Dengan berboncengan sok romantis sekitar 3 menit, kami sampai di deretan karst raksasa. Seperti yang udah disebutkan di atas, tempat ini merupakan salah satu lokasi pembuatan film Kong: Skull Island. Tempat shooting lainnya yang lebih terkenal adalah Ha Long Bay yang lokasinya masih jauh ke utara lagi (kebayang makin panas). Ah yang jelas Raja Ampat pasti lebih bagus dari Ha Long Bay, walaupun belum pernah ke sana sih (hope one day Aamiin).


Van Long @ Ninh Binh, Vietnam

Harga masuk ke area Van Long ini adalah VND20.000 atau sekitar Rp11.000 per orang. Ini belum termasuk biaya perahu. Satu perahu harga sewanya VND60.000 atau sekitar Rp35.000. Anyway, ketika kami ke Van Long, hanya terlihat beberapa turis yang berkunjung. Malah ada yang sedang pre-wedding photoshoot di sana.



Tiket Van Long @ Ninh Binh, Vietnam


Perahu dayung Van Long @ Ninh Binh, Vietnam


Sesi photoshot dan anak-anak berenang @Van Long


Sesi Pre-wedding Photoshot @Van Long

Jika dilihat sekilas, Van Long ini mirip banget sama Rammang-rammang di Makassar (kebetulan sudah berkesempatan ke sana tahun 2016 lalu). Yang membedakannya, suasana gunung karst Rammang-rammang lebih rimbun dan hijau daripada Van Long. Tapi, perahu yang digunakan untuk mengantar wisatawan berkeliling Van Long tanpa mesin a.k.a manual didayung sehingga wisatawan dapat menikmati lebih lama dan suasana lebih hening (kasian juga sih liat si bapak pendayungnya mendayung perahu segitu lamanya). Sedangkan, di Rammang-rammang menggunakan perahu dengan mesin yang berisik. Overall, pendapat pribadi sih lebih suka Rammang-rammang. Tapi, di Van Long, perahu kami bisa masuk gua karst memburu kelelawar di kegelapan. Masing-masing punya kelebihan dan kekurangan. Mungkin kalo Rammang-rammang dijadikan tempat shooting film Kong: Skull Island juga bakalan sama terkenalnya.



Van Long @ Ninh Binh, Vietnam


Bapak pendayung yang memandu kami menyusuri Van Long


Beberapa wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Van Long


Mencoba mendayung (ternyata berat banget)


Van Long @ Ninh Binh, Vietnam


Gua di Van Long @ Ninh Binh, Vietnam


Me and husband di Van Long @ Ninh Binh, Vietnam


Van Long @ Ninh Binh, Vietnam


Van Long @ Ninh Binh, Vietnam

Setelah sekitar 2 jam meng-explore Van Long, kami pun bergegas pulang. Kami berniat memberi tip kepada bapak pendayung sebesar VND30.000, eh taunya si bapak malah minta VND50.000 -_- ternyata emang sudah ada pakemnya (padahal tadinya niat beramal hahaha).

Malam harinya, kami mencari makan di sekitar homestay. Saking sepinya, kami pun bingung mau makan apa. Seperti biasa, sulit mencari makanan halal di sini. Mau gak mau kami mencari makanan berbahan dasar ayam. Terpilihlah nasi goreng ayam. Ternyata porsinya banyak dan kami tidak sanggup menghabiskan. Rasanya menurut saya kurang enak, ditambah kondisi badan yang capek dan bawaan debay jadinya gak mood makan malam itu :(.

Keesokan harinya, tanggal 9 Agustus 2017, kami bersiap-siap untuk pergi dari Ninh Binh. Rasanya udah gak sabar capcuz dari daerah yang panas nan gersang banget ini! Sebelum pergi, kami disuguhkan sarapan Pho yang dibuat langsung oleh Minh. Penampilannya bagus dan porsinya banyak. Rasanya sebenarnya enak sih, tapi karena lidah aku Indonesia banget jadi kayak ada yang kurang gitu (tinggal ditambah sambal dan penyedap rasa dikiiitt aja). Jadi, Pho ini terbuat dari mie beras, ditambah daun-daunan herbal yang wanginya sangat kuat nan menyengat. Aku cuma makan mie beras, daging sapi dan setengah kuahnya. Sayurannya aku sisihkan karena mentah (bumil dianjurkan untuk tidak makan makanan mentah), terutama daun-daun herbalnya X_X.


Home made Pho Vietnam


Home made Pho Vietnam


Enak mas Pho Vietnam-nya? :D

Kami akan menuju pusat kota Hanoi dengan menggunakan bus. Dari homestay, kami di antar ke persimpangan jalan yang dilewati bus menuju Hanoi oleh Minh dengan naik motor. Ternyata drama masih aja ada. Kami menunggu bus di pinggir jalan yang berdebu selama sekitar satu jam. Debu dan panas seakan sudah menjadi sahabat kami selama di Ninh Binh. Setelah satu jam menunggu dengan pasrah, akhirnya bus menuju Hanoi berwarna merah datang juga! Kami pun mengucapkan salam perpisahan kepada Minh.


Minh (pemilik homestay) yang menemani kami menunggu bus

Kondisi bus cukup baik, nyaman, dan AC sejuk. Kali ini gak ugal-ugalan, tapi kurang nyaman karena soft breaker-nya agak aneh. Jadinya ketika melaju, bus seperti naik turun ga jelas padahal jalanan cukup rata. Hal ini cukup bikin khawatir sih, apalagi aku lagi hamil 30 minggu. Tapi alhamdulillah, 1,5 jam perjalanan ditempuh dengan lancar dan aman. 

Bus berhenti di Terminal Giap Bat Hanoi. Dari sini kami harus naik bus nomor 8 menuju Hoan Kiem Lake, sebuah danau di tengah kota yang dekat dengan The Artisan Boutique Hotel tempat kami menginap selama 2 malam. Biaya busnya flat jauh dekat VND7.000 atau sekitar Rp4.000. Busnya lebih keren Transjakarta, tapi not bad lah yaa.


Terminal Giap Bat Hanoi, Vietnam


Suasana Terminal Giap Bat Hanoi, Vietnam


Tiket bus nomor 8 menuju penginapan

Setelah jalan sekitar 20 menit mengelilingi danau sambil cuci mata, kami tiba di sebuah jalan kecil bernama Hang Nanh di mana hotel tempat kami menginap berada. Tempatnya rame, banyak hotel-hotel low budget, cafe dan pusat perbelanjaan. Kami istirahat sejenak di hotel karna kecapean, karena malam harinya kami berencana ketemuan dengan Obet dan Anh untuk hangout dan makan malam.



Suasana Hoan Kiem Lake, Hanoi, Vietnam


The Artisan Boutique Hotel tempat kami menginap

Tapi, sore hari nampaknya kami sudah lapar :D. Akhirnya suami keluar untuk mencari makan. Kami mencoba menu Banh Cuon, kue beras kayak lumpia yang dikukus. Entah apa isinya, karena suami beli di toko vegan, isinya semacam jamur gitu. Aku kurang suka rasa kue berasnya. Agak kecut-kecut gimanaaa gitu. Lebih suka makanan pendampingnya yang rasanya mirip sosis, tapi bentuknya persegi panjang kecil (karena sudah dipotong-potong).


Banh Cuon Vietnam


Kemasan Banh Cuon Vietnam

Malam hari tiba, kami sudah dijemput oleh Obet dan Anh yang datang ke hotel. Awalnya bingung mau makan apa. Akhirnya kami diajak ke sebuah gang kecil masih di daerah dekat danau. Nama makanannya adalah Bun Dau yang disajikan di nampan dan isinya banyaaak banget! Dari mulai semacam lumpia goreng (isinya ga tau apa), kue ikan, tofu, mie beras, dan sayuran mentah macam lalapan. Sebenarnya ada pork di menu ini, tapi kami minta untuk tidak ditambahkan.


Suasana tempat makan Bun Dau Vietnam


Bun Dau Vietnam


Bun Dau Vietnam

Sausnya ada dua macam: saus terasi dan kuah ikan. Kurang suka sama saus terasinya karena terlalu kuat dan gak cocok di lidah. Akhirnya cuma dicelupin ke kuah ikannya aja. So far, 'gorengan' ini yang lumayan bisa aku nikmati di Vietnam (kecuali rice cake-nya tetep gak suka).


Saus terasi dan kuah ikan pendamping Bun Dau Vietnam

Walaupun lumayan kenyang dengan Bun Dau, tapi kami masih penasaran ingin mencicipi kopi Vietnam di negaranya langsung :D. Akhirnya Anh mengajak kami ngopi di daerah sekitar Nha Tho Lon yang  terdapat gereja tua yang unik dengan suasana mistis (St. Joseph's Cathedral). Kopi Vietnam pun menemani kami main board game "The Festivals of Indonesia". Aku yang lagi hamil tidak memesan kopi, tapi minuman dari nanas gitu (malah pesan minuman nanas, lupa kalo nanas ga baik juga buat ibu hamil :D). Akhirnya malah icip-icip kopi punya suami (sebenarnya kopi juga gak dianjurkan untuk bumil, tapi klo sedikit mah tak apa lah yaa :D). Kopinya lumayan enak kok.


St. Joseph's Cathedral


Bumil Eksis :D @St. Joseph's Cathedral, Vietnam


Tempat kami ngopi bareng teman-teman


Hangout with Anh and Obet


Daftar menu aneka kopi dan jus Vietnam


Kopi Vietnam

Keesokan harinya, yakni tanggal 10 Agustus 2017, kami berdua masih punya kesempatan untuk explore Hanoi seharian penuh sebelum besok pulang ke Indonesia (yeeaaay!). Setelah sarapan di hotel, kami agak lenyeh-lenyeh sedikit mager alias males gerak :D (kecapean mungkin yaa soalnya ini hari keenam kami jalan-jalan edisi Malaysia dan Vietnam). Udah pengen pulang karena dari hari pertama di Hanoi kurang cocok sama makanannya (lidahnya Indonesia banget). Kami mulai ke luar hotel untuk berburu es krim selepas Dzuhur. Perjalanan diawali dengan nongkrong cantik dan santai di pinggir danau sambil menikmati Chicken Banh Mi. Satu gigit dua gigit masih oke lah, lama-lama yang dimakan cuma rotinya aja soalnya rasa ayamnya agak kurang gimanaaa gitu. Lumatan lah untuk mengganjal perut.


Tempat Chicken Banh Mi di gang


Chicken Banh Mi Vietnam


Nongkrong di pinggir Hoan Kiem Lake sambil makan Chicken Banh Mi


Water Puppet Theatre


Suasana sekitar Hoan Kiem Lake


Es krim stick kelapa dan kacang hijau

Setelah makan Banh Mi, kami bergegas ke daerah Hang Than dengan menggunakan bus nomor 2 untuk berburu es krim. Dari luar tempatnya lumayan oke dengan warna kuningnya yang mencolok, tapi setelah masuk ternyata tempatnya kurang cozy. Agak aneh cuma ada ruangan besar dengan kursi-kursi pendek seperti di kelas Taman Kanak-kanak :D. Tapi dipikir-pikir unik juga sih. Papan menunya juga sulit dimengerti karena pake bahasa Vietnam. Seperti biasa, Google Translate sedikit membantu (karena si pelayan juga gak bisa ngomong bahasa Inggris :D). Akhirnya suami pesan sticky rice ice cream yang ternyata rasanya kurang begitu enak. Cuma ketan hitam dikasih es krim gitu. Kurang gurih kalo menurut aku.


Kedai es krim nomor 29


Suasana kedai es krim


Suasana kedai es krim


Sticky rice ice cream

Nah, yang aku pesan malah enak banget! Es krim vanila kelapa yang disimpan di kelapanya langsung, entah apa namanya. Ikut-ikutan aja pesan menu ini karena kebanyakan dari pengunjung di sini memesan itu. Krimnya gak begitu manis jadinya pas. Ditambah serutan kelapa muda menambah tekstur di mulut. Terlebih kelapa sangat bagus untuk bumil. Cocok!


Es krim kelapa

Puas menikmati es krim, dari Hang Than, kami naik bus nomor 23 menuju Temple of Literature. Konon katanya, dulu merupakan universitas pertama di Vietnam (National University). Dengan tiket masuk sebesar VND30.000 atau sekitar Rp20.000, kita dapat menikmati bangunan yang kental dengan budaya Tiongkok. Ada bagian yang sedang dilakukan renovasi. Di bangunan paling belakang juga terdapat patung-patung yang dijadikan untuk tempat beribadah (karena terdapat banyak dupa). 


Tempat penjualan tiket Temple of Literature, Vietnam


harga tiket masuk ke Temple of Literature, Vietnam


Tampak depan Temple of Literature, Vietnam


Suasana Temple of Literature, Vietnam


me and husband @Temple of Literature, Vietnam


Patung penyu yang terukir para lulusan National University


Patung penyu yang terukir para lulusan National University


Suasana bagian belakang Temple of Literature


Patung-patung tempat beribadah

Di sini pun kami bertemu dengan turis asal Barcelona, Spanyol. Kami ngobrol-ngobrol tentang pariwisata (tentunya tetep promosi pariwisata Indonesia donk :D). Rupanya tujuan awal mereka itu Bali sebelum akhirnya memutuskan untuk ke Hanoi. Katanya tiketnya lebih murah. Kami pun merekomendasikan mereka untuk berkunjung ke Lombok atau Labuan Bajo yang dekat dengan Bali dan suasananya tidak begitu crowded. Mereka pun berharap suatu saat bisa ke Indonesia. Selain itu, suami dan turis Barcelona juga asik ngomongin Laliga :D. 


Kartu keanggotaan Fans Barcelona gitu lah kira-kira :D

Sore hari, perjalanan dilanjutkan ke daerah Vincom Mega Mall Royal City atas saran Obet untuk beli souvenir. Tapi kami kebingungan karena tempatnya luas banget, jadinya kami cuma beli cemilan :(. Karena sudah capek jalan, kami akhirnya cepet-cepet pulang ke hotel untuk istirahat. Bisa dibilang hari itu aku jalan lebih dari 2 km deh. Entahlah, tapi bersyukur debay di perut gak kenapa-napa dan mendukung bundanya banget buat jalan-jalan :D.


Vincom Mega Mall Royal City

Sampai di daerah dekat hotel, kami membeli cemilan kue-kue dan gorengan karena udah pusing pengen makan apa. Kami memesan semacam kue udang yang kalo dipikir-pikir sama aja kayak bakwan udang. Kami juga pesan kue kacang ijo a.k.a onde-onde ahahahha. Ini makanan kedua yang cocok di lidah. Selain gorengan kayaknya kurang doyan si bumil ini x_x (karena gorengan rasanya universal).

Tanggal 11 Agustus 2017 adalah akhir dari jalan-jalan kami menjelajah Malaysia dan Vietnam seminggu penuh. So excited mau pulang ke Indonesia. Dari area Hoan Kiem Lake, kami naik bus tujuan khusus ke Noi Bai international Airport nomor 86 seharga VND30.000 aau sekitar Rp20.000. Murah banget yaa! Damri masih mahal nih :D


Suasana di dalam bus nomor 86 tujuan Noi Bai International Airport

Bisa dibilang trip kali ini juga sekaligus benchmarking. Dengan  adanya perjalanan ini, aku jadi lebih bersyukur tinggal di Indonesia. Makanannya enak-enak, tempat wisatanya lebih bagus dari Malaysia dan Vietnam, ditambah Indonesia yang merupakan negara tropis dinilai masih cukup sejuk untuk ditinggali (jika dibandingkan Hanoi saat musim panas). Ah pokoknya Indonesia the best lah walaupun memang belum sempurna dan masih banyak hal yang harus diperbaiki dari segala sisi. Bagaimana pun, sebuah perjalanan merupakan pengalaman yang kelak akan diceritakan ke anak cucu. Special thanks to suamiku yang baiiikkk banget sudah menjadi pemandu wisata istrinya yang baru pertama kali ke luar negeri :D (gak salah lah kau jadi anak Kementerian Pariwisata wkwkwkwk). Next ke Jepang yaa :D (teteeeep usaha merayu).

Udahan dramanya?

Belooooomm ternyata pemirsa...
Selama di tempat umum Vietnam, problem utama adalah toilet yang tanpa selang air untuk basuh-basuh -_-. Kayaknya masalah ini juga banyak ditemukan di negara-negara lain. Jadi, setiap ke toilet usahakan bawa botol air mineral kosong dan isi di keran dulu yaa sebelum menggunakan toilet :D.
Drama lainnya, penerbangan menuju Indonesia dari Noi Bai International Airport Vietnam, kami harus transit di Malaysia. Nah, petugas Malindo Air bilang bahwa koper kami akan langsung ditransfer ke penerbangan selanjutnya ketika sampai di Kuala Lumpur International Airport (KLIA). Tapi, ternyata ketika kami sampai di Bandara Soekarno Hatta, koper kami tidak ada di baggage claim. Setelah lapor ke petugas dan ditelusuri, koper kami tertinggal di KLIA dan tidak ditransfer ke penerbangan kami menuju Indonesia. Ini pure human error karena sudah jelas di koper dikasih stiker bertuliskan "TRANSIT" dengan label warna merah menyala -_-. Akhirnya koper kami baru nyampe besok harinya diantar langsung ke rumah setelah diikutkan di penerbangan pagi dari KLIA ke CGK. Untungnya tidak ada barang berharga di koper seperti beberapa penumpang transit lain yang mengalami hal serupa seperti kami saat itu.

Oke guys, hope you enjoy my traveling journey through this blog. Makasih sudah menjadi pembaca setia :D. Semoga memberi manfaat untuk pembaca semua. Yang pasti perjalanan kami tidak akan berhenti di sini. Nanti Insya Allah bakalan ada anggota baru yang menemani kami traveling. #DebayTheExplorer has come to the world!

Sekalian perkenalan sekaligus penutup edisi #Babymoon di blog ini, Alhamdulillah anak pertama kami telah lahir ke dunia pada Hari Senin, 9 Oktober 2017 pada pukul 07.07 WIB di Jepara, Jawa Tengah. Namanya Tirtalatoe Wirayangjagad. Seperti arti namanya (Tirta = Air, Latoe = Api, Wirayang = Angin, Jagad = Tanah/Bumi), semoga Dek Latoe menjadi anak yang bermanfaat untuk bumi. Ready to explore the world ya, Dek!

#juwisfoodystuff
#JuwitaShesarVietnamTrip
#Babymoon
#DebayTheExplorer


You Might Also Like

0 comments