Instagenic sih, tapi...
November 01, 2019
WOW! Baru ditinggal 5 tahun merantau, Bandung sudah dibanjiri sama-sama spot-spot instagenic ajaaaa.. Emang pesat banget perkembangannya dari terakhir kali masih tinggal di sana. Dari konsep anak muda banget, artsy, rustic, ko-korea-an, e-eropa-an, je-jepang-an, hu-hutan-an, ga-garden-an, sampai kedai-kedai kopi kekinian! Aku bingung sekarang kalo ke Bandung mau nongkrong di mana saking reunyeuk-nya dan pengen nyoba semua. Ya, emang jaman now yang pertama dijual adalah konsep. Semakin menarik, semakin banyak konten yang bisa dibagikan di sosial media.
Nah, Agustus 2019 lalu, setelah sekian lama gak menjelajah daerah Punclut a.k.a Puncak Ciumbuleuit, akhirnya kami ke sana lagi. Sempet amazed sih, ternyata apa yang aku liat di instagramnya para food blogger Bandung memang benar adanya kalo daerah sini sudah berubah.
Dulu tuh ya, ke sini cuma ada kedai-kedai kecil (terbuat dari bilik dan alas kayu) di puncaknya yang menjajakan makanan Sunda macam liwet, nasi merah, ikan peda, pete, aneka sambel, tahu, tempe, lalapan, dan gak ketinggalan jagung dan ketan bakar yang bisa dinikmati malam hari di dinginnya Punclut. Belum lagi kalo kamu ke daerah atasnya lagi ada Bukit Moko, di mana kamu bisa menikmati indahnya Kota Bandung dari ketinggian. Nih aku punya dokumentasi tahun 2012 waktu aku terakhir ke Bukit Moko.
Bukit Moko Punclut, 2012 |
Kota Bandung dari ketinggian, 2012 |
Itu dulu.. Sekarang? Udah banyak cafe menarik di beberapa spot lerengnya. Bukan sembarang cafe, menurut aku cafe-nya premium karena menawarkan konsep yang keren dan instagenic! Aku cuma datang ke satu tempat, namanya Dago Bakery.
Tampilan depannya warna-warni loh! Itu karena banyaknya lampion yang digantung di atas jalan bagian depan cafe. Kalo malem-malem kayaknya keren banget tampilannya. Waktu itu kebetulan aku ke sananya siang hari.
Lampion warna-warni |
Oia, sebenarnya konsep Dago Bakery ini elegan loh yang didominasi warna hitam. Di depan pintu, kami disambut sama mbak-mbak yang ngasih voucher masuk seharga Rp10.000 per orang, yang nantinya bisa dituker dengan membeli cemilan (kue, keripik, kerupuk, dll) atau suvenir yang ada di toko itu. Hmmmm, kalo menurut aku ini semacam "paksaan" kita harus beli cemilannya. Mau ga mau harus beli dan nambah biaya kekurangannya, kan sayang kalo voucher-nya ga dipake.
Area cemilan dan suvenir |
Dikarenakan Dago Bakery ini letaknya di lereng, jadi dari pintu masuk (melewati area cemilan dan suvenir), kami langsung turun tangga ke arah tempat makannya. Total ada 3 lantai ke bawah (berundak) gitu. Suasananya juga adem, penuh tanaman. Suka deh!
Struktur cafe berundak ke bawah lereng |
Waaaaah begitu turun tangga langsung berasa di Eropa!! Dari jauh terlihat ada semacam menara kastil ala bangunan Eropa yang menjadi dekorasi utama cafe ini. Gak heran, spot ini jadi incaran pengunjung yang pengen foto-foto. Termasuk aku donk pastinya :D.
Kastil ala Eropa |
Selain kastil ala Eropa, juga ada miniatur mirip Supertree Grove yang ada di Gardens by the Bay Singapore! Ya ampun, seniat itu bikin dekorasinya.
Supertree Grove ala-ala |
Okay, setelah terpukau sama dekorasi dan suasananya, mari kita liat apakah makanannya juga seseru suasananyaaaa??
Sekilas, makanan yang disajikan sama aja lah ya kayak kebanyakan cafe. Ada makanan Indonesia, western, dan tradisional Sunda.
Daftar menu Dago Bakery |
Ini dia yang kami pesan:
MINUMAN
Suasananya dingin-dingin sejuk gimanaaaa gitu, jadi enaknya pesen minuman yang anget-anget. Ya walopun tetep pesen minuman dingin juga sih. Standar aja, kami pesen Hot Lemon Tea, Americano Coffee, Hot Cappuccino Latte, Ice Cappuccino, dan Strawberry Mojito. Rasanya enak kok, ga ada yang failed soalnya minuman standar yang ada di setiap cafe.
Hot Lemon Tea |
Hot Cappuccino Latte & Americano Coffee |
Ice Cappuccino |
Strawberry Mojito |
Harga yang disajikan standar harga cafe juga, kalo gak salah sekitar Rp25.000 - Rp40.000. Dengan suasananya yang asik, harga segitu affordable lah.
MAKANAN
Gara-gara ke sini cuma pengen ngemil, jadinya kami pesen makanan ringan. Ringan sih, tapi bikin kenyang sampe ada makanan yang dibawa pulang. Soalnya, porsinya banyak! Kami pesen Singkong Keju, Pisang Goreng, Batagor, Cireng, dan Pizza Meat Lover!! Banyak ya ngemilnya wkwkwk. Menu yang kami pesan juga gak yang aneh-aneh. Emang cuma pengen santai aja kayaknya di Dago Bakery tuh. Rasanya enak-enak aja ya. Singkongnya biasa aja, tapi Pisang Gorengnya beda tampilannya sama pisang goreng biasa, ga terlalu banyak tepungnya. Bumbu rujak cirengnya enak dan batagornya kerasa ikannya. Pizzanya juga enak, tipis, lembut.. Cukup recommended lah!
The foods |
Cireng bumbu rujak |
Batagor |
Singkong Keju |
Pisang Goreng |
Pizza Meat Lover |
Harga makanannya masih sekitar Rp60.000 ke bawah kok, sangat terjangkau dengan suasana yang disuguhkan Dago Bakery.
Waaaaah kenyangnyaaaa.. Overall, aku sih seneng ya dateng ke tempat kayak gini. Santai, nyaman, dan instagenic. Tapi, aku miris liat fenomena banyaknya bangunan di daerah utara Bandung. Di daerah Lembang apalagi, gak usah ditanya deh! Sekarang di Punclut juga kayaknya bakalan sama nasibnya kayak Lembang. Sedih, kok makin banyak bangunan di lereng-lerengnya:(. Soalnya, isu banjir di Bandung Selatan bukan semata-mata masalah sampah aja gais, konon katanya daya serap air di Bandung Utara yang gak maksimal karena banyaknya bangunan. Belum lagi masalah Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang bermasalah di Bandung Utara. Ya, kompleks sih.
Opini pribadi aku nih ya gais, penataan Bandung Utara harus lebih diperhatikan lagi sama Pemkot Bandung dan Pemkab Kabupaten Bandung Barat. Alangkah lebih bijak lagi kalo para pengusaha juga aware sama masalah ginian, bukan semata-mata cari tempat strategis tapi malah akan menimbulkan masalah baru. Bahayanya lagi, gimana kalo terjadi longsor di lereng itu (bukannya ngedoain ya gais, tapi mitigasi bencana itu penting!). Mendadak bijak gini ya eike :D, tapi beneran deh gais, semoga kita semua lebih sadar lagi ya sama masalah penataan ruang dan lingkungan. Ya sama-sama belajar lah ya ;)
Karena sudah terlanjur menjamur, sekarang tinggal komitmen dari kitanya sendiri sebagai konsumennya. Boleh lah sekali-kali ke tempat keren di bukit-bukit atau lereng-lereng Bandung Utara, tapi kalo aku sendiri sih gak mau sering-sering. Ibaratnya, demand yang tinggi dari konsumen lah yang membuat mereka menjamur.
Sekarang jamannya SUSTAINABLE TOURISM gais. Kalo mau berkelanjutan, kita sendiri yang harus menjaganya. Ciee bijak :D
Oia, yang mau aku sorotin juga dari cafe ini adalah miniatur mirip Supertree Grove-nya Gardens by the Bay Singapore. Mungkin sebenarnya bukan itu ya maksud mereka, tapi lebih baik hindari hal-hal yang menuju PLAGIARISME. Bukannya lebih keren karya otentik ya daripada niru orang :D.
Pokoknya, maju terus deh Bandung yang bukan hanya Kota Kembang, tapi juga Kota Kuliner :).
#Juwisfoodystuff
#Bandung
0 comments